Pulang untuk Menang

Siapa bilang kalau menang tak perlu pulang

Siapa bilang kalau pulang berarti tak menang

Raih kemenangan itu dimana saja

Bahkan di dalam rumah

‘Hayya ‘alal Falaah’ seperti lantunan adzan

Apakah di tempatmu sekarang

Kau sudah menunaikan kemenangan?

Atau masih saja mendamba kemasyhuran

Tanpa merasa perlu menunaikan dan menyegerakannya

Lewat shalat utamanya

Gerakan Desainer Berdakwah : Rebut Esensi dan Sensasi

Bismillahirrahmanirrahim..

  • Dakwah : mengajak (menyerukan) untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama
  • Esensi :  hakikat; inti; hal yang pokok
  • Sensasi : yang merangsang emosi. Sensasi meliputi penglihatan, bunyi, bau, rasa, dan sentuhan.

Berangkat dari gerakan-gerakan islami masa kini, terutama yang berseliweran di dunia digital, tak lepas dari ragam cara berdakwah.

أَنْ يَهْدِيَكَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ. رواه مسلم

Yang artinya : Sungguh jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui engkau (dakwah engkau) maka itu lebih baik bagimu daripada engkau memiliki onta merah. (HR. Muslim)

Kita tahu bahwa dakwah tidak melulu pada khotbah jumat, di atas panggung atau pada majelis-majelis tertentu. Seyogyanya ucapan, perbuatan, bahkan tulisan kita di sosial media juga adalah dakwah.

Kini media dakwah semakin beragam, ada yang lewat buku, instagram, youtube, kultwit atau diskusi via facebook, dan kesemuanya semakin kesini semakin harus dibungkus dengan citra yang kekinian, semenarik, seefisien dan seefektif mungkin.

Sekitar tahun 2014-2015, buku-buku Islami yang terpajang di (sebutlah) gramedia, sudah mulai banyak yang mencuri perhatian saya, desain yang simple dan kekinian benar-benar berpengaruh untuk pertimbangan dalam membeli buku, istilah don’t judge book by its cover tidak berlaku bagi kaum millenial sepertinya. Bukan hanya cover dan isi buku-buku islami yang kini semakin menarik dan eye catching, kini gerakan dakwah via media sosial pun menawarkan dakwah dengan bungkus-bungkus cantik lewat meme, video pendek dan lain sebagainya, yang mana cukup berhasil untuk menggaet kaum millenial untuk membeli buku dan memfollow akun-akun dakwah islam tersebut.

Namun sayangnya, pada saat itu (sekitar 3-4 tahun yang lalu), dakwah-dakwah cantik seperti itu datang dari kalangan non-NU, dari kalangan yang tidak mengamalkan amaliah-amaliah NU. Agak sulit saya mencari cover buku cantik yang isinya dibuat oleh ustadz-ustadz atau dai dari NU, masih sulit mencari akun socmed tentang keNUan (saat itu baru ada akun @alasantri yang cukup banyak followernya).

Singkat cerita, kita pernah ketinggalan soal menebar sensasi. NU fokus memperkuat esensi. Tapi mengajak orang memang perlu taktik dan berbagai strategi. Kaum millenial dan kaum urban perlu kita tarik dengan memanjakan segi visual, serba cepat, dan tentunya kemudahan untuk menemui kita (literasi keNUan), artinya desainer berbasis NU punya wadah untuk mengisi kekosongan ini, yang mana dapat membungkus apa yang ingin kita bagikan (esensi) dengan secantik dan semenarik mungkin (sensasi), agar diterima banyak kalangan dan memantik orang lain untuk bergabung.

Alhamdulillah, sekarang ada AIS (arus informasi santri), islami.co, duniasantri.id, akun IG @alasantri, @ala_nu, akun twitter @jas_hijau dan lain sebagainya yang cukup istikomah dalam menebar sensasi dan esensi, tata letak visual yang diperhatikan, meme-meme menarik, dan bahasa yang mudah dipahami kaum urban, ini semua juga tidak lepas dari andil para content creator dan desainer di baliknya.

Kita perlu rebut esensi dan sensasi. Sayang sekali jika esensi yang kita sebarkan hanya sampai pada lingkaran kita sendiri. Kita juga kecolongan kata hijrah, syari dan jihad yang notabene dipakai oleh kaum sebelah, dan mereka cukup berhasil membranding itu semua. Desain visual sangat berpengaruh dalam branding, membangun citra dan menggencarkan desain-desain cantik untuk diaplikasikan ke dalam meme quotes kiai-kiai kita misalnya, video ceramah kiai NU, atau apapun. Kini, media dakwah dan desain sudah tidak dapat dipisahkan lagi, desain adalah bagian penting dalam penyebaran informasi, desainer harus lebih peka melihat ini sebagai wadah untuk kontribusi untuk mengamalkan ilmunya di bidang penyebaran informasi dakwah keNUan, kesantrian dsb. Ini tugas kita bersama untuk merebut kembali esensi dan sensasi.

Dengan tersebarnya sensasi, kita berharap dapat menuntun orang lain menuju esensi.

(Tulisan ini adalah hasil renungan dari eks mahasiswa DKV yang sempat bingung apa hubungannya DKV dengan keislaman).

Katanya… Tentang Diri

Katanya, hanya diri sendiri yang tahu tentang diri sendiri

Katanya, orang sekitar yang tahu bagaimana kita ini

Saya percaya, hanya Tuhan yang benar-benar tahu

 

Kadang, menjelaskan rasa pun, rasanya kurang pas

Dijelaskan oleh orang pun, biasanya tak begitu.

 

Aku bingung, tapi aku tahu

Berawal dari bingung, makanya kita bertanya, kita mencari

dan kita menemukan

 

Berawal dari tak tahu dan sadar akan ketidaktahuan

Maka kita berangkat mencari celah dan cahaya

Pengetahuan..

 

Tuhan, iringilah kami

Dengan cahayaMu yang Kau hendaki

Iringi kegelapan hati dengan setitik ridhoMu

 

Aktivis Kemanusiaan yang Tidak Manusia

Lagi, aku nyatakan..

Kemanusiaanku belum teruji.

Orang-orang rumah masih kurang aku perhatikan, dengan berdalih bahwa ingin menyelesaikan diriku dulu baru aku ‘kembali’. Lalu bagaimana jika usiaku tak sampai? Bagaimana jika kehidupanku malah tidak akan selesai dengan diri? Lalu bagaimana keluargaku? Tapi apakah mereka masih membutuhkanku? Sedang bertahun ini bisa baik-baik saja tanpa aku. Aku siapa dan aku untuk siapa? Siapa yang denganku maka baik-baik saja dan jika tidak maka tidak baik-baik. Masihkah aku juga diinginkan?

Ibu bilang aku tidak perhatian, saudara-saudaraku bilang ‘makanya pulang’. Waktuku tak banyak untuk mereka, bahkan untuk teman-teman dekatku. Aku juga tak tahu sekarang aku ingin apa? Padahal jelas, alasan konyolku selama ini pun sudah hilang, alasanku untuk memiliki sosok lelaki yang bertahun aku cintai, yang dengan itu hidupku selalu berwarna, cerah ceria dan termotivasi menjadi lebih baik. Haha, normatif memang, tapi aku memang kasmaran. Siapa yang bisa menyalahkan perasaan itu? Argumen mana yang menentang rasa?

Aku.. kehilangan alasan, untuk tetap melanjutkan HIDUP yang seharusnya penuh makna

Aku coba berlari, mengabdikan diri pada beragam aktivitas kemanusiaan, katanya pelayanan terbaik mengantarkanmu pada menemukan diri. Apakah benar? Entahlah, aku belum merasakannya, aku hanya baru merasakan keteraturan yang tidak juga aku patuhi tapi mematikan kemanusiaanku justru. Entahlah, aku kehilangan apa sesungguhnya.

Jingga, Cokelat dan Merah (Muda)

hahaha! Intuitif, kombo fiktif, duniaaaa khayaaal..

Warna-warna yang 6 tahun membersamaiku

Masih adakah makna?

Sedang ia yang menggenggam warna itu

Sudah jatuh pada tanah yang sesungguhnya

 

Aaaah…. itu semua masih

Tetap yang menjadikanku memilah realita, menggali makna

Inspirasiku, kau coklatku

Tenang disana, aku masih disini tidak berlari kesana

Memastikan jejak langkahmu tak salah
Bahagia itu hakmu

Juga jingga dan merah (muda)mu

Coklatku, kau adalah konsep kekayaan

Menggenggam banyak teori kasih sayang dan cinta

Coklatku, berbahagialah.. akupun tengah merayakannya

Kelak Kemana (Ke)kasih(ani)

Kelak kemana nanti?

Kekasih, aku tak punya lagi

Tujuanku perlahan menghilang

Kabur dalam kabut

Kemiskinan aksaraku tak jadi hantarkanku padamu

 

Kekayaan gerakmu membawamu serta merta kenangan

Susah payahku menggenggammu

Mencari solusi agar seirama lagi

Tetap langkahmu tak mau diam

Aku lepas lagi-lagi

 

Aku bingung …

Untuk siapa ini

Sejauh langkah ini,

Mundur adalah tak mungkin

Mencari lagi sudah letih hati

 

 

Kemanusiaanku belum Teruji

Oke, ini tentang diri

Sarana untuk melihat sosok di cermin itu

Kemanusiaanku belum teruji

Meski ku kini mengabdi pada salah satu lembaga sosial kemanusiaan

Kemanusiaanku belum teruji

Aku mensuport banyak kegiatan kemanusiaan

Tapi perhatianku pada keluarga terbengkalai

Aku membantu membuat visual dari banyak narasi mengajak kepada kepekaan rasa

Tapi kata Ibuku, aku tidak peka pada Ibu

Aku menggalang rasa iba untuk mereka yang papa

Nyatanya aku begitu tega pada Ibu Bapa

Tega membuat hatinya teriris oleh amarah atas idealismeku yang belum jua terarah

Marah pada mereka, terutama Ibu

Aku bilang memangnya Ibu tidak pernah salah?

Apa Ibu selalu benar…..

 

Aku marah

Juga aku menangis

Aku hanya kecewa

Kecewa dan akumulasi rasa

Lama dalam lingkaran dusta dan khianat

Lebih dari dusta, oh Ibu

Dulu kau yang ajarkan aku begitu soal jujur, dosa berbohong dan adab

Kini tak kutemui didikan itu pada prilakumu Ibu

 

Ibu aku kecewa…

Ibu izinkan aku marah..

Ibu, jangan adukan pada Tuhan

Ibu.. jangan bilang lagi aku durhaka

 

Al-Qur’an dan Spirit Berzakat

NUcare.id | ditulis oleh : hadi | Minggu, 18 Maret 2018 / ١ رجب ١٤٣٩

Oleh: Jamal Ma’mur Asmani*

Transformasi substansial menjadi agenda utama al-Qur’an. Transformasi yang dimaksud adalah transformasi ritual fundamental dalam bentuk syahadat dan shalat. Sedang transformasi sosial yakni dalam bentuk zakat. Dalam al-Qur’an, perintah zakat disebut sebanyak 82 bersama shalat. Dua transformasi ini menjadi spirit al-Qur’an dalam membumikan visi dan misi Islam sebagai agama yang menebarkan rahmat bagi seluruh alam.

Shalat dan zakat tidak bisa dipisahkan karena keduanya mencerminkan kesalehan individu dan sosial yang menjadi target utama al-Qur’an lewat aktor agungnya Nabi Muhammad SAW yang tegas menegakkan zakat. Abu Bakar sebagai khalifah pertama pasca Nabi, meneruskan langkah Nabi dalam menegakkan zakat, bahkan Abu Bakar memerangi orang yang ingkar zakat karena menurut Abu Bakar, ibadah shalat dan zakat adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya menjadi simbol keagungan Islam di muka bumi.

Meskipun dalam sejarahnya zakat baru diperintahkan pada tahun kedua hijriyah di Madinah, namun spiritnya sudah dimulai sejak di Mekah. Nabi sudah mendorong umat Islam di Mekah untuk menolong orang-orang yang membutuhkan sebagai bentuk kepedulian dan solidaritas sosial yang diajarkan Islam. Belum diperintahkan zakat di Mekah disebabkan kondisi umat Islam di Mekah yang masih individualistik dan Islam belum mempunyai Negara yang kuat untuk menjalankan perintah zakat. Namun, setelah di Madinah, kondisi umat Islam sudah kuat, solidaritas sosial sudah terbangun dengan baik, dan Negara sudah berdiri di bawah kekuasaan Islam, maka saat itu zakat diwajibkan secara formal.  Hal ini menyiratkan bahwa efektivitas zakat sangat ditentukan oleh peran pemerintah sebagai otoritas tunggal (al-Qaradlawi, 2006).

Zakat secara etimologis adalah penyucian, berkembang, dan kebaikan yang banyak. Secara terminologis, zakat adalah harta tertentu yang diberikan kepada kelompok tertentu dengan syarat-syarat tertentu. Secara ringkas, hikmah disyariatkannya zakat ada empat. Pertama, menjaga harta dari tindak kriminal, karena masyarakat yang mendapatkan harta zakat dengan sendirinya akan menjaga harta orang yang memberinya. Mereka akan menjadi staf keamanan secara alami. Hal seperti pepatah al-insanu abdul ihsan, manusia adalah hamba kebaikan. Jika ada seseorang berbuat baik padanya, maka dia akan menghormati dan mematuhi perintahnya.

Kedua, menolong orang-orang fakir-miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Orang-orang kaya yang tidak mengeluarkan zakat akan diprotes oleh orang-orang fakir-miskin yang berhak menerima zakat, kemudian Allah menyiksanya dengan siksaan yang pedih. Ketiga, melatih mental dermawan dan menjauhi mental kikir. Nabi Muhammad menggambarkan umat Islam seperti satu bangunan dan bersaudara, di mana satu dengan yang lain saling menguatkan dan melengkapi. Jika yang satu membutuhkan, maka yang lain menolongnya. Kedermawanan mengokohkan semangat persaudaraan dan persatuan dalam Islam. Sedangkan kekikiran menghancurkan ikatan persaudaraan dan persatuan. Maka benar jika orang yang dermawan dekat dengan Allah dan dekat dengan manusia, sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah dan jauh dari manusia. Keempat,bersyukur atas nikmat harta yang diberikan Allah (Wahbah Az-Zuhaili, 2007).

Potensi zakat di Indonesia sangat besar, yaitu 280 trilyun pertahun, sedangkan di Jawa Tengah sebesar 17 trilyun. Di tingkat nasional, zakat yang tergali baru 5.6 trilyun, sedangkan di Jawa Tengah maksimal baru 500 milyar. Ini tentu realitas yang sangat menyedihkan. Indonesia sebagai Negara dengan penduduk terbesar muslimnya di dunia belum bisa menjadi contoh yang baik sebagai Negara muslim yang sadar zakat. Implikasi dari realitas ini adalah angka kemiskinan yang masih sangat besar dan mayoritasnya adalah umat Islam. Kemiskinan di Indonesia tahun 2015 sebanyak 28,5 juta jiwa, meningkat dari tahun 2014 yang hanya 27,7 juta jiwa.

Salah satu sebab masih besarnya angka kemiskinan di Indonesia adalah tidak optimalnya gerakan berzakat karena zakat menjadi salah satu instrument terbaik pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Menurut riset dari Institut Teknologi Bandung (ITB), zakat adalah model paling efektif bagi pengentasan kemiskinan dibanding model yang lain, apakah dari lembaga swadaya masyarakat atau dari pemerintah  (FOZ, 2016).

Melihat potensi zakat yang sangat besar ini, maka harus kita manfaatkan untuk merevitalisir gerakan sadar zakat. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, mendinamisir Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) yang bisa leluasa bergerak di sektor formal dengan sasaran yang sangat luas, seperti pegawai negeri sipil, badan usaha milik Negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD), dan Laz (Lembaga Amil Zakat) yang bergerak di level individu dan perusahaan dengan berbagai macam variannya. Baznas dan Laz harus diisi orang-orang yang mempunyai integritas, kapabilitas, akseptabilitas, dan professional tinggi sehingga mempunyai daya inovasi dalam menggerakkan potensi zakat. Program yang ditawarkan Baznas dan Laz harus menarik sehingga orang-orang tergerak untuk mengeluarkan zakatnya.

Transparansi dalam segala hal harus dijunjung tinggi dan didukung dengan teknologi informasi, seperti website, media cetak dan elektronik, dan lain-lain. Layanan zakat untuk kelas menengah ke atas yang berbasis online harus disediakan sehingga Baznas dan Laz mampu memaksimalkan potensi zakat pada kelas pemodal yang sangat besar nilainya. Kompetensi amil zakat menjadi kunci keberhasilan zakat. Oleh sebab itu, ide sertifikasi amil zakat adalah ide brilian yang harus didukung semua pihak yang peduli terhadap gerakan zakat. Dengan sertifikasi amil zakat ini akan ada proses edukasi secara berkala dan intensif bagi para pengurus dan anggota Baznas dan Laz untuk meningkatkan kualitas yang mampu mendongkrak perolehan zakat secara nasional.

Kedua, regulasi pemerintah harus dipertegas dengan kewajiban melaksanakan zakat bagi umat Islam dengan sanksi yang jelas sebagaimana undang-undang perkawinan. Sampai sekarang masih ada 3 regulasi pemerintah tentang zakat, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, dan Keputusan Menteri Agama (PMA) Nomor 333 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pemberian Izin Pembentukan Lembaga Amil Zakat. Dalam tiga regulasi ini, belum ada ancaman bagi orang-orang muslim yang tidak mengeluarkan zakat. Keberhasilan zakat di era Rasulullah dan Khuafaurrasyidin, khususnya Abu Bakar dan Umar bin Khattab disebabkan regulasi Negara mewajibkan zakat bagi umat Islam, sehingga terkumpul zakat yang sangat besar.

Ketiga, melakukan sosialisasi secara intensif tentang gerakan sadar zakat dalam skala nasional. Masih banyak individu muslim yang belum membayar zakat atau masih banyak yang menyalurkan zakat tanpa melalui lembaga amil zakat. Ini disebabkan kepercayaan mereka yang rendah terhadap lembaga amil zakat. Dalam hal sosialisasi zakat, semua media harus dimanfaatkan, baik cetak, elektronik, media sosial, dan lain-lain. Sosialisasi gerakan sadar zakat ini akan berhasil jika ada keteladanan dari tokoh, baik tokoh agama, organisasi masyarakat, politik, dan lain-lain.

Menurut Syekh Nawawi al-Dimasyqi, dalam zakat dianjurkan mengumumkan kepada publik supaya orang-orang yang belum mengeluarkan zakat tergerak hatinya untuk mencontoh orang-orang yang mengeluarkan zakat. Jika tokoh agama dan politik memberikan contoh dengan berzakat, maka masyarakat umum akan meneladaninya sedikit demi sedikit.

Keempat, melakukan sinergi antar lembaga amil zakat dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam sinergi ini dibutuhkan kedewasaan, kematangan, dan kearifan dengan menghilangkan ego sektoral. Dalam sinergi ini, lembaga amil zakat harus mengembangkan konsep pendayagunaan harta zakat pada sektor produktif. Belajar kepada KH. MA. Sahal Mahfudh yang menjadikan zakat sebagai instrumen pengentasan kemiskinan dengan mendirikan koperasi yang modalnya dari harta zakat, maka demi efektivitas zakat produktif dibutuhkan peran sentral lembaga keuangan syariah supaya masyarakat terdidik untuk merintis usaha yang produktif, mampu mengelola keuangan secara professional, mengembangkan jaringan secara luas, dan dana zakat bisa dijadikan modal utama. Keempat langkah ini diharapkan mampu mendinamisir potensi zakat di Indonesia demi kemandirian umat dan kejayaan bangsa di masa depan.

*Ketua Prodi Manajemen Zakat Wakaf IPMAFA Pati, Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI-NU) Jawa Tengah, Penulis Buku Zakat, Solusi Mengatasi Kemiskinan Umat

Membelah Selatan Jakarta

Nyatanya masih kamu, dengan segala angka dan jalan.

Menembus selatan Jakarta, adalah sesak di dada

dari tengah kota sampai ke rumah lagi

Senayan, Permata Hijau, Palmerah, dan rumahku

Tahukah kamu.. aku menangis

Tak ada yang lihat

Berderu berbarengan abang ojek onlineku

Tertutupi kaca helmnya

Tak ada yang melihat

Air mataku selalu samar

Karena selalu beriring tanpa waktu khusus

 

Aku masih berharap…