Al-Qur’an dan Spirit Berzakat

NUcare.id | ditulis oleh : hadi | Minggu, 18 Maret 2018 / ١ رجب ١٤٣٩

Oleh: Jamal Ma’mur Asmani*

Transformasi substansial menjadi agenda utama al-Qur’an. Transformasi yang dimaksud adalah transformasi ritual fundamental dalam bentuk syahadat dan shalat. Sedang transformasi sosial yakni dalam bentuk zakat. Dalam al-Qur’an, perintah zakat disebut sebanyak 82 bersama shalat. Dua transformasi ini menjadi spirit al-Qur’an dalam membumikan visi dan misi Islam sebagai agama yang menebarkan rahmat bagi seluruh alam.

Shalat dan zakat tidak bisa dipisahkan karena keduanya mencerminkan kesalehan individu dan sosial yang menjadi target utama al-Qur’an lewat aktor agungnya Nabi Muhammad SAW yang tegas menegakkan zakat. Abu Bakar sebagai khalifah pertama pasca Nabi, meneruskan langkah Nabi dalam menegakkan zakat, bahkan Abu Bakar memerangi orang yang ingkar zakat karena menurut Abu Bakar, ibadah shalat dan zakat adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya menjadi simbol keagungan Islam di muka bumi.

Meskipun dalam sejarahnya zakat baru diperintahkan pada tahun kedua hijriyah di Madinah, namun spiritnya sudah dimulai sejak di Mekah. Nabi sudah mendorong umat Islam di Mekah untuk menolong orang-orang yang membutuhkan sebagai bentuk kepedulian dan solidaritas sosial yang diajarkan Islam. Belum diperintahkan zakat di Mekah disebabkan kondisi umat Islam di Mekah yang masih individualistik dan Islam belum mempunyai Negara yang kuat untuk menjalankan perintah zakat. Namun, setelah di Madinah, kondisi umat Islam sudah kuat, solidaritas sosial sudah terbangun dengan baik, dan Negara sudah berdiri di bawah kekuasaan Islam, maka saat itu zakat diwajibkan secara formal.  Hal ini menyiratkan bahwa efektivitas zakat sangat ditentukan oleh peran pemerintah sebagai otoritas tunggal (al-Qaradlawi, 2006).

Zakat secara etimologis adalah penyucian, berkembang, dan kebaikan yang banyak. Secara terminologis, zakat adalah harta tertentu yang diberikan kepada kelompok tertentu dengan syarat-syarat tertentu. Secara ringkas, hikmah disyariatkannya zakat ada empat. Pertama, menjaga harta dari tindak kriminal, karena masyarakat yang mendapatkan harta zakat dengan sendirinya akan menjaga harta orang yang memberinya. Mereka akan menjadi staf keamanan secara alami. Hal seperti pepatah al-insanu abdul ihsan, manusia adalah hamba kebaikan. Jika ada seseorang berbuat baik padanya, maka dia akan menghormati dan mematuhi perintahnya.

Kedua, menolong orang-orang fakir-miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Orang-orang kaya yang tidak mengeluarkan zakat akan diprotes oleh orang-orang fakir-miskin yang berhak menerima zakat, kemudian Allah menyiksanya dengan siksaan yang pedih. Ketiga, melatih mental dermawan dan menjauhi mental kikir. Nabi Muhammad menggambarkan umat Islam seperti satu bangunan dan bersaudara, di mana satu dengan yang lain saling menguatkan dan melengkapi. Jika yang satu membutuhkan, maka yang lain menolongnya. Kedermawanan mengokohkan semangat persaudaraan dan persatuan dalam Islam. Sedangkan kekikiran menghancurkan ikatan persaudaraan dan persatuan. Maka benar jika orang yang dermawan dekat dengan Allah dan dekat dengan manusia, sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah dan jauh dari manusia. Keempat,bersyukur atas nikmat harta yang diberikan Allah (Wahbah Az-Zuhaili, 2007).

Potensi zakat di Indonesia sangat besar, yaitu 280 trilyun pertahun, sedangkan di Jawa Tengah sebesar 17 trilyun. Di tingkat nasional, zakat yang tergali baru 5.6 trilyun, sedangkan di Jawa Tengah maksimal baru 500 milyar. Ini tentu realitas yang sangat menyedihkan. Indonesia sebagai Negara dengan penduduk terbesar muslimnya di dunia belum bisa menjadi contoh yang baik sebagai Negara muslim yang sadar zakat. Implikasi dari realitas ini adalah angka kemiskinan yang masih sangat besar dan mayoritasnya adalah umat Islam. Kemiskinan di Indonesia tahun 2015 sebanyak 28,5 juta jiwa, meningkat dari tahun 2014 yang hanya 27,7 juta jiwa.

Salah satu sebab masih besarnya angka kemiskinan di Indonesia adalah tidak optimalnya gerakan berzakat karena zakat menjadi salah satu instrument terbaik pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Menurut riset dari Institut Teknologi Bandung (ITB), zakat adalah model paling efektif bagi pengentasan kemiskinan dibanding model yang lain, apakah dari lembaga swadaya masyarakat atau dari pemerintah  (FOZ, 2016).

Melihat potensi zakat yang sangat besar ini, maka harus kita manfaatkan untuk merevitalisir gerakan sadar zakat. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, mendinamisir Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) yang bisa leluasa bergerak di sektor formal dengan sasaran yang sangat luas, seperti pegawai negeri sipil, badan usaha milik Negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD), dan Laz (Lembaga Amil Zakat) yang bergerak di level individu dan perusahaan dengan berbagai macam variannya. Baznas dan Laz harus diisi orang-orang yang mempunyai integritas, kapabilitas, akseptabilitas, dan professional tinggi sehingga mempunyai daya inovasi dalam menggerakkan potensi zakat. Program yang ditawarkan Baznas dan Laz harus menarik sehingga orang-orang tergerak untuk mengeluarkan zakatnya.

Transparansi dalam segala hal harus dijunjung tinggi dan didukung dengan teknologi informasi, seperti website, media cetak dan elektronik, dan lain-lain. Layanan zakat untuk kelas menengah ke atas yang berbasis online harus disediakan sehingga Baznas dan Laz mampu memaksimalkan potensi zakat pada kelas pemodal yang sangat besar nilainya. Kompetensi amil zakat menjadi kunci keberhasilan zakat. Oleh sebab itu, ide sertifikasi amil zakat adalah ide brilian yang harus didukung semua pihak yang peduli terhadap gerakan zakat. Dengan sertifikasi amil zakat ini akan ada proses edukasi secara berkala dan intensif bagi para pengurus dan anggota Baznas dan Laz untuk meningkatkan kualitas yang mampu mendongkrak perolehan zakat secara nasional.

Kedua, regulasi pemerintah harus dipertegas dengan kewajiban melaksanakan zakat bagi umat Islam dengan sanksi yang jelas sebagaimana undang-undang perkawinan. Sampai sekarang masih ada 3 regulasi pemerintah tentang zakat, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, dan Keputusan Menteri Agama (PMA) Nomor 333 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pemberian Izin Pembentukan Lembaga Amil Zakat. Dalam tiga regulasi ini, belum ada ancaman bagi orang-orang muslim yang tidak mengeluarkan zakat. Keberhasilan zakat di era Rasulullah dan Khuafaurrasyidin, khususnya Abu Bakar dan Umar bin Khattab disebabkan regulasi Negara mewajibkan zakat bagi umat Islam, sehingga terkumpul zakat yang sangat besar.

Ketiga, melakukan sosialisasi secara intensif tentang gerakan sadar zakat dalam skala nasional. Masih banyak individu muslim yang belum membayar zakat atau masih banyak yang menyalurkan zakat tanpa melalui lembaga amil zakat. Ini disebabkan kepercayaan mereka yang rendah terhadap lembaga amil zakat. Dalam hal sosialisasi zakat, semua media harus dimanfaatkan, baik cetak, elektronik, media sosial, dan lain-lain. Sosialisasi gerakan sadar zakat ini akan berhasil jika ada keteladanan dari tokoh, baik tokoh agama, organisasi masyarakat, politik, dan lain-lain.

Menurut Syekh Nawawi al-Dimasyqi, dalam zakat dianjurkan mengumumkan kepada publik supaya orang-orang yang belum mengeluarkan zakat tergerak hatinya untuk mencontoh orang-orang yang mengeluarkan zakat. Jika tokoh agama dan politik memberikan contoh dengan berzakat, maka masyarakat umum akan meneladaninya sedikit demi sedikit.

Keempat, melakukan sinergi antar lembaga amil zakat dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam sinergi ini dibutuhkan kedewasaan, kematangan, dan kearifan dengan menghilangkan ego sektoral. Dalam sinergi ini, lembaga amil zakat harus mengembangkan konsep pendayagunaan harta zakat pada sektor produktif. Belajar kepada KH. MA. Sahal Mahfudh yang menjadikan zakat sebagai instrumen pengentasan kemiskinan dengan mendirikan koperasi yang modalnya dari harta zakat, maka demi efektivitas zakat produktif dibutuhkan peran sentral lembaga keuangan syariah supaya masyarakat terdidik untuk merintis usaha yang produktif, mampu mengelola keuangan secara professional, mengembangkan jaringan secara luas, dan dana zakat bisa dijadikan modal utama. Keempat langkah ini diharapkan mampu mendinamisir potensi zakat di Indonesia demi kemandirian umat dan kejayaan bangsa di masa depan.

*Ketua Prodi Manajemen Zakat Wakaf IPMAFA Pati, Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI-NU) Jawa Tengah, Penulis Buku Zakat, Solusi Mengatasi Kemiskinan Umat

Leave a comment